Wednesday, October 31, 2007

Bisnis Di Balik Usaha Utama


Seorang teman yang membuka jasa Warnet di sebuah kota di Jateng, tiba-tiba membuka tarif Rp 2000/jam. Tentu saja harga tersebut mencengangkan. Meski dengan jumlah PC yang secara bisnis masuk akal, karena jumlahnya 20 unit. Semua kondisi PC-nya laik untuk browsing internet dengan satuan kecepatan kilobyte per second (KBps) yang gede.


Apakah itu tidak rugi? Kapan investasi akan balik? Belum lagi dengan biaya telepon ke Telkom, berapa margin yang didapat?Teman tersebut dengan sedikit tertawa, bilang bisa saja untung. Buktinya sudah setahun bisa jalan bagus, dan tentu untung. "Ya. Namanya usaha, dikit-dikit margin, kita lakukan saja. Namanya juga pengusaha kecil," katanya menyela seolah merendah.


Sehari mampir di sana, saya menemukan beberapa hal. Di warnet itu, sebelahnya ada warung kecil, menyediakan makanan dan minuman ringan dan makanan sedikit berat: teh botol, kacang, rujak manis, kue-kue, hingga nasi bungkus.


Nah, harganya untuk makanan ini tidak bisa dibilang standard, karena agak sedikit mahal dibanding dengan warung lain. Selidik punya selidik, ternyata warung itu juga masih miliknya. Dan keuntungan warung justru jauh lebih besar ketimbang warnetnya.Singkat cerita, warnet itu tidak mengambil untung berarti tapi banyak ditutup dari warung makanan.


Warnet adalah semacam tempat duduk-duduk orang (kastemer/konsumen), yang setiap pengaksesnya ditawari minuman dan makanan secara aktif oleh orang warung/penjaga warnet. Pokoknya yang main internet, tidak perlu keluar ruangan bila lapar dan haus.


Jadi warnet ini hanya sarana mengumpulkan pembeli agar mau jajan ke warungnya. Dan ternyata kemudian, busines-plan warnet dan warung jadi satu, sehingga akan ketemu total revenue dan margin keuntungan yang lumayan.


Dengan contoh di atas, jelas bahwa sebenarnya warnet tersebut memiliki hidden agenda dari yang sebenarnya diharapkan, yakni pemasukan (revenue) dari warung makan yang sengaja dibuatnya.Bisnis tersembunyi tak selamanya bermodel seperti itu. Tapi bisa bersembunyi di balik sebuah program yang kelihatannya berbaik hati.


Kalau kembali ke masa silam, di Telkom kalau kita mengingat masa lampau untuk sebuah sambungan bisa sampai 5 juta lebih. Tapi kemudian ketika Dirut Telkom Cacuk Sudaryanto (alm) mengeluarkan paket pasang telepon murah, banyak yang tertarik. Di balik itu, harapannya adalah para pengguna telepon mengeluarkan pulsa lebih banyak. Dan bila telponnya tidur, langsung diputus sehingga orang akan aktif menggunakannya.


Begitu banyak telepon terpasang, harga pulsa sedikit demi sedikit dinaikkan. Sehingga yang sudah terpasang mau tidak mau harus mengeluarkan rupiah untuk teleponnya agar tetap nyala tidak ditutup.Tatkala iPod mengeluarkan banyak produk pemutar MP3 dengan berbagai varian, mulai dari shuffle, mini, 20 giga, sampai iPod foto yang 60 giga, tampak laris manis.


Tapi di balik itu, muncul bisnis turunan yang diluar bisnis alat pemutar musik itu sendiri, yakni mulai dari saku iPod, pot untuk iPod itu sendiri, sampai pot untuk disingkronkan dengan soundsytem yang canggih.Ketika membicarakan harga alat pemutar MP3-nya sendiri, orang dengan sangat hapal dan hati-hati menentukan kapan harus beli.


Tapi ketika sudah memiliki alat pemutar lagu itu, orang tidak sadar bahwa biaya ikutannya banyak sekali berupa asesori pendukung yang demikian banyaknya, tak ketinggalan download lagu-lagunya.Waralaba makanan cepat saji, barangkali untuk saat ini harga makanannya terasa murah meriah dibanding dengan cafe-cafe yang ada. Bahkan dengan makanan di warung pinggir jalan, harganya bersaing sekali. Padahal di situ kita bisa menikmati makanan dan minuman hangat plus penyejuk udara yang adem. Jangan kaget bila banyak pemilik merek waralaba sudah dapat dana puluhan juta rupiah dari harga franchise-nya.


Banyak sebenarnya bisnis-bisnis yang menguntungkan tapi berada tersembunyi di balik bisnis aslinya. Jangan-jangan ada bisnis sekolah, yang ujung-ujungnya dijadikan pasar untuk berjualan alat-alat olahraga, alat laboratorium, atau mungkin pasar laptop. Semuanya sah-sah saja. Anda pun juga bisa memberikan contoh atau bahkan sudah melakukannya?


Cuma, kalau sudah begitu, mana yang sebenarnya usaha utama dan usaha sampingan, temukan sendiri jawabnya.



Salam Funtastticcc



Sumber : SAP - Detik


Agus Ali S.

"Menuju 11 Digit"

Work Hard, Pray Hard, Play Hard

Magang Brand Ala Pixar







Penyanyi Reza Artamevia yang suaranya bagus, dulu pernah menjadi backing vokal dari grup pop kenamaan Dewa. Setelah "magang" diketahui bahwa kualitas Reza bagus dan kemudian berani merilis album sendiri.

Begitu pula kabarnya Piyu yang sekarang menjadi pentolan grup band Padi juga pernah menjadi pemain additional di grupnya Ahmad Dhani. Kemudian Piyu mendirikan Padi dan melejit kasetnya laris.

Pola yang dilakukan mereka, barangkali adalah seperti "magang" ke sebuah ikon besar yang di kemudian hari tampil sendiri dengan lebih berani dan meraih sukses.

Loh kok contohnya penyanyi semua? Padahal kan kita mau bicarakan bisnis, brand, dan lain-lain. Okelah, kita melompat ke brand bisnis. Tentu sekarang, kalau Anda ditanya film animasi yang banyak beredar saat ini, diproduksi oleh siapa? Dengan cepat akan menyebut nama Pixar.

Perusahaan bisnis multimedia yang membuat film-film animasi top seperti Finding Nemo, Monster Inc, Bugs, dan lain-lain pada empat tahun lalu tidak dikenal. Pixar juga belum tahu bagaimana mekanisme menjual film yang benar dan bargaining position diantara broker-broker film dunia masih belum diperhitungkan.

Bisa-bisa kalau dia langsung masuk ke dunia film, dengan segala carut marutnya, langsung memasarkannya sendiri, akan menemui banyak kendala. Steve Jobs sebagai bos Pixar meluncur dengan deferensiasi yang jelas: spesialis animasi. Membuat film animasi yang benar-benar nyata. Rapi, bersih, seolah gambar-gambar buatannya benar-benar bernyawa. Hidup.

Dia mengambil pola "magang" dulu ke perusahaan bisnis film yang segmennya tak jauh dengan film-film karyanya, yakni Disney yang dikenal raja kartun, Pixar mulai perjalanan bisnisnya. Jadilah merger yang startegis antara Pixar dan Disney. Bila selama ini Disney kebanyakan main di tv, Pixar justru mengandalkan jualannya untuk layar lebar.

Setiap film animasi yang muncul di bioskop atau dvd Anda, selalu muncul nama Pixar. Mencolok, di awal, sebelum film utama tayang. Seringkali tulisan Pixar menyala itu menjadikan brand Pixar melekat. Seolah tertinggal di pelupuk mata kita. Tahunya film animasi bukan lagi Disney tapi Pixar.

Tatkala proses brandingisasi Pixar sudah melekat di mind masyarakat, saatnya Jobs sebagai nakhoda Pixar melakukan renegoisasi dengan bos Disney Michael Eisner tentang pola bagi hasil pendapatan (sharing revenue) yang lebih menguntungkan Pixar. Permintaan naik dari 10% dari peredaran dan lebih dari 50% hasil lain diluar film itu sendiri, mengagetkan Disney yang masih merasa bahwa Pixar pasti masih butuh Disney.

Ternyata tidak. Jobs dan Eisner tidak menemukan kesepakatan. Karenanya, Pixar yang merasa cukup magangnya di Disney -- pun berani tampil sendiri menjual karya-karyanya yang makin mewabah dan ditunggu orang. Kerjasama antara Disney dan Pixar akan diakhiri ditandai dengan dirilisnya film Cars.

Ini film terakhir yang diedarkan Disney buatan tim kreatif Steve Jobs.Apakah Pixar akan mengedarkan sendiri film-film berikutnya. Tampaknya Jobs tidak mau mencampuradukkan kreativitas (production) dengan marketing (delivery, distribution). Dia tidak mau mengutak-atik Pixar yang sudah established.

Sebagai risiko dari perceraianya dengan Disney, Jobs pun membuat anak perusahaan sendiri yang mengurusi distribusi. Maka lahirlah Emeryville, perusahaan yang khusus mengurusi distribusi Pixar yang tak lain anak perusahaan Pixar sendiri.

Nah proses ini bisa dilakukan oleh rekan-rekan pebisnis lainnya, tanpa mengurangi rasa hormat terhadap orang yang kita jadikan tempat magang tentunya dan murni untuk bisnis.


Salam Funtastic



Agus Ali S.
"Menuju 11 Digit"
Work Hard, Pray Hard, Play Hard

Sunday, October 21, 2007

Dampingi Klien Bak Keluarga


Bill Clinton tampil di depan staff penting Cisco di hotel megah MGM Grand Hotel & Casino di Las Vegas. CEO Cisco John Chamber pun seolah terjewer kupingnya dan mendampingi klien di saat butuh pertolongan adalah hal utama dan penting.

Baru-baru ini perusahaan sistem jaringan internet terkemuka Cisco mengadakan internal gathering internasionalnya di Las Vegas, Amerika Serikat. Mem-book hampir seluruh kamar MGM Grand Hotel & Casino, tak ketinggalkan memanfaatkan Arena MGM yang biasa dipakai Mike Tyson manggung.

John Chamber, sang CEO sengaja mengundang Bill Clinton sebagai tamu kehormatan. Clinton disuruh “manggung” di ring tinju seperti biasanya Tyson atau Don King. Bukan untuk adu jotos tapi memberikan qoute penting. Clinton saat jadi presiden dinilai memiliki reputasi yang bagus dalam hal ekonomi global.

Prestasi menguatkan ekonomi AS, membangkitkan IT yang sempat dihajar bullbe dotcom, dan beberapa prestasi besar lainnya, ternyata bagi Clinton bukan prestasi utama dan sesuatu yang menjadi pikiran utama. Lantas? “My doughter!” katanya.

Chelsea, putrinya saat itu justru sedang memerlukan bantuan, dalam kesulitan, ketika usianya menanjak remaja.Lantas Clinton cerita panjang lebar. Ada kesulitan yang sedang dialami seorang khas remaja yang harus didampingi. Dan, itu semua membuatnya puas, semua jadi terlampaui.

Dari yang disampaikan secara sederhana, Chamber pun kemudian menarik titik fokus utama tentang pendampingan terhadap orang yang sedang membutuhkan, jadikan seperti family.

Chamber pun kemudian di depan seluruh karyawan – utamanya sales – minta jangan tinggalkan “keluarga” yang sedang perlu bantuan, dampingi arahkan, hingga mampu bangkit dan berjalan kembali dengan normal bahkan kalau perlu bisa sehat/fit.

Di saat pertarungan bisnis kian hebat di berbagai lini, seperti Cisco saat ini sedang menghadapi guncangan hebat. Bukan hanya berpikir musuh di depan yang sudah kelihatan seperti Alcatel, Juniper, Northel yang tangible. Tapi tiba-tiba ada pendatang baru yang seolah “coming from behind” dan menikam semacam Huawei yang datang dengan jurus murah banget.

Mungkin Cisco sudah dicari orang, tapi para pencari barang boleh dan sah saja mengadunya dalam “event bidding”. Ketika bidding sudah masuk tahap adu harga, pesaing main jurus murah dan tawaran yang tidak masuk akal, undur diri bukan pilihan yang salah. Selain karena harga prokok produksi yang tinggi dari sisi material ditambah kualitas staff yang tak mungkin dibayar murah, harus dilakukan upaya penyelematan.

Survival adalah naluri yang harus ditempuh. Sebab, kalau setiap saat sering undur diri, bisa menghancurkan diri.Kutipan dari Clinton seolah menjewer kuping Chamber dan kemudian dipertanyakan kepada dirinya sendiri, juga kepada seluruh staff: benarkah kita telah meninggalkan ‘keluarga kita, family kita’? Maka gerakan yang sedang dilakukan kemudian adalah mengetuk kembali pelanggan-pelanggannya selama ini, yang sudah menjadi bagian dari keluarga network Cisco yang menemui kesulitan atau sedang susah, untuk dibantu lagi, didampingi lagi.

Bukan hanya di bisnis seperti Cisco tapi di banyak di jenis usaha lainnya, terutama jasa seperti konsultan, sistem integrator, bagaimana mendatangi pelanggan adalah hal penting. Sering kita terjebak untuk main “hit and run” yang hanya datang saat ada proyek tapi ketika klien ada kesulitan dan sudah di luar jatuh tempo project, kita lupakan.

Ayoman, persahabatan dalam duka dan gembira akan melanggengkan kerjasama yang lebih konstruktif sehingga maju bersama.

Sumber : Sapto Anggoro - Detik Publishing


Agus Ali S.
"Menuju 11 Digit"

Orang Di Balik Layar


Tatkala Dr. Kai Fu Lee dan Marc Lucovsky hengkang dari Microsoft menuju ke raksasa mesin pencari Google, dunia IT geger. Apalagi orang Microsoft yang dipercaya Bill Gates sebagai CEO, Steve Ballmer.

Sumpah serapah dan kata-kata busuk "F**ng Google" keluar dari mulut Balmer. Prosesnya sampai bertele-tele dan berakhir di pengadilan. Dan akhirnya, Dr Kai Fu Lee pun pada pertengahan September tahun lalu dikukuhkan oleh Pengadilan Washington untuk bekerja di Google dan menempati posnya di R&D Google di Cina.

Bukankah Microsoft selama ini identik dengan Bill Gates? Mengapa mesti berang ketika Kai Fu Lee dan Lucovsky hengkang? Siapa Kai Fu Lee dan Lucovsky? Barangkali, banyak orang mungkin tidak berhasrat untuk mengundangnya menjadi pembicara di seminar-seminar besar bila dia tidak dibajak Google.

Tapi, melihat kemarahan besar dari Gates dan Ballmer, menjadikan keberadaan keduanya kelihatan penting. Selama ini, memang orang bisa salah tangkap, bahwa hanya Gates yang jagoan di Microsoft. Padahal, Lucovsky dan Kai Fu Lee adalah orang di balik layar yang membangun banyak produk yang karya-karyanya sudah (kita) nikmati setiap hari, dan dikapitalisasikan oleh Gates sedemikian besar.

Lucovsky adalah salah satu kunci sukses yang mengarsiteki Windows. Dia sudah disebut veterannya Microsoft karena 16 tahun di sana dan sebagai "distinguished engineer". Hengkangnya Kai Fuu Lee membuat Microsoft makin marah dan berakhir di pengadilan karena menurut Ballmer, Lee diambil Google untuk membuat bisnis/produk yang sama dengan Microsoft.

Benar apa tidak tuduhan Microsoft, yang pasti Google mengkonsentrasikan Lee di Cina dengan banyak tugas besar: Rekruitmen, membangun pusat R&D di Cina, dan government relations.***

Cerita lain. Suatu kali perusahaan IT jaringan Cisco router juga terkejut dengan kepindahan eksekutifnya, Paulette Altmaier ke Juniper Networks. Tak kurang CEO Cisco John Chamber pun meradang atas kepergian perempuan yang canggih aplikasi network asal India ini.

Kecuali itu, dia pindah bukan ke tempat yang lain, tapi ke Juniper yang secara adu kepala (head to head) merupakan rival utama Cisco. Sembilan tahun di Cisco ternyata tak berarti Paulette Altmaier tidak tergoda. Kai Fu Lee, Lucovsky, juga Paulette adalah sedikit dari orang-orang di balik layar yang memberikan kontribusi besar pada bisnisnya.

Namun, mereka memang tidak muncul di permukaan dan memberikan andil luar biasa. Ketidakmunculan mereka, bisa jadi, karena sering mereka seolah menjadi orang belakang (back end) belaka. Kecuali itu, sering juga kita terjebak dengan stigma kesuksesan pada sebuah symbol personal. Misalnya Cisco adalah John Chamber saja, Microsoft adalah Bill Gates saja, atau Amazon adalah Bezos dan sebagainya. Apakah misalnya Kacang Garuda hanya identik dengan Sudhamek AWS, ataukah Air Asia adalah cuma kerja Tony Fernandez, juga MarkPlus itu sekadar Hermawan Kertajaya semata, tentu tidak.

Bahwa para tokoh-tokoh pemimpin bisnis ini membuat sistem yang begitu indah dan kuat adalah tidak dipungkiri. Tapi ada orang-orang di balik layar yang memberikan supply informasi, technologi, ide, dan sebagainya hingga terwujud sebuah produk dahsyat harus diakui juga keberadaannya.

Salah menempatkan tokoh kunci di balik layar yang - mungkin - selama ini kelihatan tenang, bisa berdampak buruk bila saingan-saingan bisnis Anda tiba-tiba nekat mengambil mereka.

Sumber : A. Sapto Anggoro - Detik Publishing


Agus Ali S.
'Menuju 11 Digit"

Penjenuhan Bisnis


Jamak terjadi bahwa ketika sebuah bisnis sukses, terjadi upaya untuk ngeriung alias ikutan rame-rame. Pasar dibuat sedemikianrupa hingga cepat jenuh, bisnis jadi tidak menarik.

Jamak terjadi bahwa ketika sebuah bisnis sukses, terjadi upaya untuk ngeriung alias ikutan rame-rame. Tidak ada lagi rasa tabu untuk menjadi follower.

Di jalanan, ketika ada contoh sukses pisang goreng Ponti (kepanjangan dari Pontianak), maka banyak kedai bermunculan dengan nama yang hampir mirip-mirip. Jadinya, sekarang mulai banyak yang berguguran. Bukan tidak mungkin sebentar lagi habis.

Tatkala AFI di Indosiar muncul, dimana pemilihan bakat penyanyi dilakukan dengan pendekatan bisnis SMS untuk menentukan mereka yang tereliminasi, maka banyak TV bekerjasama dengan operator dan content provider (CP) ngeriung. Lalu muncullah Indonesia Idol (penyanyi), Pildacil (dai cilik), API (lawak), DreamBand (grup band) dll. Semua modelnya sama, mengirim sms dukungan kepada kontestan.

Kemudian, saat ini para pendukung mulai sadar, bahwa mereka untuk melakukan dukungan, ternyata harus membayar. Semakin fanatik semakin mahal pulsa yang dibayar. Bahkan, ada yang membuat tim sukses yang modalnya puluhan bahkan mungkin ratusan juta. Siapa untung, CP dan operator tentu.

Apakah bisnis tersebut bagus atau tidak, bukan perkara mudah menjawabnya. Ada beberapa pandangan, mumpung masyarakat lagi demam, hajar terus. Kalau jenuh, cari peluang lainnya. Yang penting target terpenuhi, segera tertutupi. Ya, kita memang harus melihat fakta, bahwa dalam setiap usaha di era modern dan semakin kapitalis ini, target-target-target selalu dibuat sedemikian rupa untuk diraih. Nah, tidak jarang target menelikung para pelaku bisnis dengan proses pembunuhan dini karena faktor kejenuhan tersebut.

Sebelum membahas lebih dalam, perlu kiranya diperhatikan beberapa gambaran di bawah ini. Seorang teman mengaku suka sekali dengan ayam goreng. Pada kurun waktu selama 2 minggu, rekan-rekannya secara bergantian mentraktir teman tersebut dengan menu yang sama: ayam goreng. Pada hari terakhir dia lalu berkomentar: Gila loe, tiap hari aku kamu suruh makan ayam goreng sampai blenger. Apa yang terjadi, di hari-hari berikutnya dia pasti tidak mau makan ayam goreng lagi, bahkan bukan tidak mungkin akan berhenti total seterusnya, kapok.

Di sebuah kota di Solo, ada sebuah toko srabi yang cukup terkenal di kawasan Notosuman. Setiap hari lebaran, dimana insan-insan dari Solo mudik, jangan harap bisa mendapatkan srabi di atas pukul 12.00 WIB, pasti sudah kehabisan.

Meski sudah habis, sang penjual srabi tidak juga memperbesar volumenya. Bahkan tidak juga membuka cabang di tempat lain. Tampaknya sang penjual sudah menentukan bahwa untuk sehari volume logis yang harus diproduksi adalah sekian kilo terigu atau sekian liter santan dll.

Tapi apa yang terjadi dengan kasus srabi ini? Setiap hari selalu ada saja orang yang penasaran ingin membeli esok harinya, dan selalu berusaha datang lebih awal agar tidak kehabisan. Bukan membuat orang jenuh dan menghentikan makan srabi, tapi sebaliknya malah menghasilkan puluhan orang penasaran.

Para penasaran-wan dan penasaran-wati ini tidak lagi menghitung kemungkinan karena terlalu sedikit bahan yang diproduksi, kemungkinan kesulitan mendapatkan kelapan untuk santan dan lain sebaginya, yang ada di benak mereka sebagian besar adalah: saking enaknya sampai kita tidak pernah kebagian!

Ini tentu bukan satu-satunya contoh. Banyak orang melakukan bisnis seperti ini, yang oleh para kapitalisme modern sering dicibir dengan kalimat: ”kenapa tidak buka cabang” , ”kok nggak bikin lebih banyak lagi sih” , atau ”wah mestinya bisa dibuat beraneka macam rasa dan ukurang dong”.

Dalam sebuah teori klasik, setiap kita melakukan usaha yang berkaitan dengan produksi selalu diperhitungkan laba yang diambil dari harga pokok produksi. Dari situ akan bisa diketahui nilai optimum dari hasil produksi atas kinerja secara keseluruhan.

Barangkali orang bisa beranggapan bahwa pedagang makanan srabi seperti contoh di atas membuang kesempatan dan tidak mau dengan untung yang di depan mata. Namun, barangkali sang pedagang sudah menghitung nilai optimum yang didapat.

Bila saja pedagang srabi meningkatkan omset produksi memenuhi pasar, kemungkinan yang terjadi adalah misalnya sbb; mereka harus menambah tenaga pelayan, mengurangi jam istirahatnya, tidak menghasilkan rasa yang prima yang menjadi ciri khas, mempercepat aus barang-barang atau bejana yang menjadi bagian dari proses produksi, dan tidak menghasilkan rasa kangen atau penasaran pelanggan.

Sering orang salah menterjemahkan bahwa penghasilan optimal adalah identik dengan penghasilan besar. Optimum itu adalah identik dengan ROI (return on investment). Bila saja menuruti pasar, dalam contoh pedagang srabi tersebut mungkin yang semula untung Rp 1 juta akan menjadi Rp 1,5 atau bahkan Rp 2 juta.

Namun, kalau dihitung dengan risiko harus menambah gaji pelayan, berkurangnya istirahat, kerusakan barang produksi, bahkan pembeli cepat jenuh, maka sustainibility (kesinambungan) usaha tersebut bisa jadi tidak berlangsung lama, bahkan bisa mati di usia dini. Hanya dengan hitungan yang cermat dan upaya mengalahkan emosi/nafsu semua kehancuran fatal bisa dihindari.

Nah, sekarang tinggal memilih, mau memanfaatkan momentum yang bisa terjebak dalam pola pikir aji mumpung sehingga mempercepat penjenuhan bisnis, atau menahan gejolak demi panjangnya usia bisnis Anda yang sebenarnya sudah optimum?

Sumber : Sapto Anggoro - Detik Publishing


Agus Ali S.
"Menuju 11 Digit"

Pemasaran dan ilmu Ekonomi


Ilmu pemasaran bukanlah ilmu yang benar-benar murni. Ilmu ini mengadopsi berbagai ilmu yang sudah ada, mulai dari ekonomi, psikologi, sosiologi, dan lain-lain. Bahkan pemasaran kini mulai masuk ke lahan keuangan pada saat orang berbicara mengenai Marketing ROI (Return on Investment). Namun ilmu yang terdekat dengan pemasaran adalah ilmu ekonomi.

Itulah sebabnya jurusan pemasaran kebanyakan merupakan bagian dari fakultas ekonomi. Istilah pasar sendiri mulai muncul pada saat terjadi revolusi ekonomi yakni revolusi industri. Pemasaran muncul pada kondisi dimana para pekerja yang memperoleh pendapatan dari hasil kerja mereka kemudian membelanjakannya.

Muncullah kemudian kegiatan penciptaan produk yang memenuhi keinginan konsumen, harga yang bersaing, promosi sampai pendistribusian barang. Semua perilaku ini kemudian terlihat memiliki pola tertentu sehingga pada akhirnya bisa ditarik sebuah teori menjadi teori pemasaran.

Dalam pandangan ilmu ekonomi dikenal tiga hal yang dipelajari pertama kali. Pertama, ekonomi berbicara soal keterbatasan sumber daya. Tidak ada sumber daya yang tidak terbatas, oleh karena itu ilmu ekonomi berupaya mencapai hasil yang maksimum dengan sumber daya yang terbatas.

Hal yang sama terjadi juga dalam dunia pemasaran. Para pemasar dituntut untuk bisa mencapai kinerja pemasaran yang maksimal dengan sumber daya terbatas. Apa itu kinerja pemasaran? Banyak, mulai dari merek yang kuat, market share yang besar, penjualan yang tinggi, pelayanan yang prima, profit, loyalitas, dan lain-lain.

Berbagai hal tersebut harus dicapai dengan dana promosi yang terbatas, organisasi pemasaran yang tidak besar, produksi yang terbatas dan lain-lain.

Banyak pemasar biasanya bersungut-sungut melihat beberapa merek besar yang sepertinya memiliki sumber daya yang tidak terbatas. Mereka mengeluarkan dana promosi yang seolah tak ada habisnya. Sebaliknya para pemasar dari merek-merek besar sama-sama bersungutnya jika dikatakan bahwa merek mereka sukses karena mega bujet yang mereka miliki dan bukan karena kecerdikannya.

Tapi seperti takdir manusia, ada yang diberi keunggulan secara lahiriah dan ada yang kurang. Bagi yang memiliki keterbatasan, tentu saja harus semakin cerdik. Karena memiliki keterbatasan, maka pemasar harus melakukan pilihan-pilihan, yang sering juga disebut sebagai trade off.

Artinya kita harus memilih salah satu kesempatan dan menukarkannya dengan kesempatan yang lain. Misalnya saja, ada beberapa area yang cocok untuk kita melakukan penetrasi pasar. Namun karena keterbatasan dana dan organisasi perusahaan akhirnya membuat area tertentu lebih dipilih dibandingkan area lain.

Akibatnya, area lain tersebut bisa saja direbut oleh pesaing. Itulah risiko yang timbul dari sebuah keputusan. Dalam ekonomi, sering disebut sebagai opportunity cost, yakni biaya yang timbul sebesar kemungkinan keuntungan yang diperoleh jika kita menggarap area yang tidak kita garap sekarang ini.

Seorang pemasar harus berupaya memperkecil opportunity cost yang timbul agar keputusan yang diambil benar-benar bernilai. Kadang-kadang pemasar menentukan sesuatu berdasarkan perasaan bukan atas dasar riset untuk menentukan segmen pasar mana yang benar-benar bernilai. Akibatnya keputusan ini menimbulkan opportunity cost yang besar, atau kehilangan kesempatan yang lebih besar untuk diraih.

Keterbatasan sumber daya, trade off dan opportunity cost hanya sebagian kecil saja fenomena ekonomi yang dihadapi oleh pemasar. Namun demikian ilmu pemasaran lama-kelamaan justru bergerak melewati batas-batasa ilmu ekonomi.

Contohnya, harga sebuah produk dalam dunia pemasaran bukan ditentukan oleh supply dan demand tetapi bisa dikarenakan kekuatan merek sehingga pembeli mau membeli di atas harga yang seharusnya. Bahkan ketika harga semakin naik, permintaan bukan semakin turun tetapi justru meningkat.

Merek memang sesuatu yang kurang diperhatikan dalam ilmu ekonomi. Soalnya merek memang sulit dijelaskan dalam kurva, garis maupun hitungan ilmu ekonomi. Produk yang sama namun dengan merek yang berbeda bisa menghasilkan hubungan ekonomi yang berbeda.

Ilmu ekonomi membuat kurva permintaan dan penawaran lebih cocok diterapkan untuk produk-produk komoditas, padahal merek bekerja melampaui urusan permintaan dan penawaran. Itulah sebabnya ekonomi negara disebut tidak maju kalau hanya berpikir soal barang komoditas. Mereka mengekspor barang-barang komoditas seperti karet, kayu, minyak, gas, batubara dan lain-lain. Sementara ekonomi yang lebih maju berpikir untuk mengekspor value added. Mereka tidak mengekspor karet tetapi ban mobildan tidak mengekspor kayu tetapi mebel.

Nah, ekonomi negara yang sudah lebih maju lagi ternyata sudah tidak lagi mengekspor ban mobil tetapi merek Bridgestone dan tidak mengekspor mebel tetapi merek Ikea. Mereka boleh saja menaruh pabriknya di negara-negara lain, tetapi begitu diberi label merek, maka uang terbanyak akan masuk ke negara yang memiliki merek tersebut.

Masalahnya membangun merek sepertinya hanya menjadi urusan sektor swasta, alias menjadi urusan yang terlalu mikro. Padahal kalau Indonesia punya satu merek saja sebesar Coca-cola maka Indonesia tidak perlu lagi mengekspor komoditas lainnya. Bayangkan, kita tinggal menaruh pabrik kita di seluruh dunia dan memetik keuntungan dari setiap pabrik yang dibangun.

Memang membangun merek memerlukan usaha yang lebih besar. Menjual barang komoditas hanya melihat permintaan dan penawaran saja. Sedangkan ketika membangun merek, kita harus mampu membangun kepercayaan (trust) yang tinggi dan itu bukan pekerjaan setahun dua tahun.

Membangun merek juga membutuhkan strategi pemasaran yang tepat, misalnya memilih segmentasi, membangun positioning sampai menjalankan elemen-elemen 4P (Product, Price, Place dan Promotion).

Contohnya, mana yang menurut Anda lebih menarik emosi orang untuk berkunjung: “Unity in diversity(Indonesia) atau “Trully Asia (Malaysia)?

Jadi, kalau berkunjung ke sebuah negara, pemerintah ada baiknya juga membawa para pemilik merek besar yang sudah siap go internasional, bukan hanya penjual barang komoditas. Pemerintah harus memahami bahwa kekuatan ekonomi negara pada masa sekarang dibangun oleh kekuatan para pemilik merek yang ada di dalam negara tersebut.

Pemerintahan yang lebih tertutup seperti China pun merestui pembelian IBM oleh Lenovo, sebuah perusahaan komputer dari China. Artinya, mereka pun sadar kekuatan merek IBM bisa mendongkrak kinerja merek China.

Jadi bisa disimpulkan bahwa ilmu pemasaran pada akhirnya harus berperan dalam membangun ekonomi negara di masa mendatang. Ada hal-hal yang ternyata bisa membalikkan asumsi ilmu ekonomi yang telah ada, dan tahukah Anda semua asumsi itu bisa dibalikkan oleh satu hal yang merupakan kekayaan paling mendasar dari ilmu pemasaran?


Ya, Kreativitas!


(Sumber : PJ. Rahmat Susanta, Editor in Chief - Majalah Marketing)



Agus Ali S.

"Menuju 11 Digit"

Follower dan Limpahan


Banyak yang marah ketika usahanya disebut follower. Kenapa nggak berani bilang, ya memang kita follower, so what? Adakah follower yang berhasil? Banyak yang nyinyir ketika ada perusahaan menjadi follower.

Banyak yang marah ketika usahanya disebut follower. Kenapa nggak berani bilang, ya memang kita follower, so what?Adakah follower yang berhasil?

Follower memang meminderkan orang, karena identik dengan tidak kreatif. Follower memang bisa menjadi awal yang tidak baik. Bahkan sepanjang usahanya, seorang/perusahaan yang sudah dicap sebagai pengikut atas usaha orang lain atau produk orang lain, harus membuktikan diri bahwa usahanya bagus.

Sebentar. Sebelum masuk pembahasan lebih jauh, izinkan saya sampaikan beberapa pengalaman. Suatu hari ketika harus merekrut orang untuk sebuah posisi, pelamar bilang dirinya kreatif bahkan inovator. Sehingga saya mestinya menerimanya.

Namun ketika ditanya bukti dari inovasinya, dia menyebutkan karya-karya seperti yang sudah terjadi di manca negara. Loh, itu bukan inovasi tapi menjiplak asing. Dia bersilat lidah bahwa mempraktekkan yang belum ada menjadi ada di sebuah tempat, itu inovasi juga. Katanya lagi, di dunia ini tidak ada yang benar-benar bisa disebut sebagai inovasi murni.

Benarkah?Inovasi memang menjebak. Maka dalam sebuah tulisannya, Dan Saffer seorang kolomnis bisnis yang berlatar belakang desainer, menilai sebagian besar yang terjadi lebih sebagai enrichment ketimbang inovasi.

Apalagi inventor, jauh dari itu.Toyota bisa jadi membuat mobil karena mereka belajar di GM. Namun kemudian mereka bisa melakukan enrichment dan mengembangkan lainnya sehingga maju. Al Jazeera bisa jadi dianggap mencontek CNN dengan laporan berita perangnya. Namun dengan sudut pandang yang berbeda, membuat mereka kemudian menjadi acuan.

Nah, kalau memang Anda menjadi follower dan bisa running, mengapa malu mengakuinya. Di industri rokok misalnya, kita tahu yang pertama adalah A-Mild milik HM Sampoerna. Kemudian setelahnya ada StarMild, ClassMild, X-Mild, LA-Light dll.

Mereka harus diakui adalah pengikut. Sampai sekarang, leadernya masih A-Mild. Namun apakah yang lain tidak mendapatkan limpahan rizki, pasti dapat. Limpahan inilah yang penting. Asal sabar dan menerima sebagai produk yang mendapat keuntungan dari limpahan, cukup.

Kata cukup itulah yang tabu untuk diikuti selama ini. Maunya lebih, lebih, dan lebih. Namun malas melakukan survei secara menyeluruh dan seksama.

Mendapatkan pemasukan atau revenue dari limpahan, bukan berarti jelek. Karena, bisa jadi, secara cost jatuhnya optimum. Sebab, untuk memproduksi barang tersebut tidak mengeluarkan beberapa biaya lain seperti survei pasar, riset rasa, riset kemasan, pricing strategy dll. Cukup melakukan benchmark, beres.Ada contoh yang lebih mengena.

Dalam sebuah kesempatan, ada seorang pengusaha makanan yang membuka warung/restonya di tempat yang strategis. Strategis yang dimaksud dia adalah, tempat kosong di dekatnya resto yang sudah laris. Alasannya mendekat warung yang sudah laris? "Ya, kita terima limpahan saja. Kalau warung sebelah saya yang sudah ngetop penuh, siapa tahu calon konsumen berkenan ke warung saya," kata sang pengusaha, simpel.

Dia tidak berambisi untuk menyaingi warung yang sudah mapan. Buktinya, dia tidak menjual makanan yang sama. Dia tidak menjual harga yang terlalu jauh harganya, agar tidak merusak harga. Dia juga tidak berambisi untuk mengalahkan atau "head to head" dengan warung yang sudah mapan. "Saya kan follower dia, tapi puas.

"Mengapa puas, orang ini pun membuka rahasia. Bahwa kalaupun dia tidak bisa selaris dari warung sebelah, dia cukup senang. Bukan berarti dia keuntungannya tidak bisa sebesar di sebelahnya. Paling tidak, dia tidak mengeluarkan biaya survei lokasi yang harus dilakukan berkali-kali.

Sebab, sebuah tempat makanan, toko, bengkel dan lain-lain, soal lokasi usaha itu penting. Kalau boleh ditanya berkali-kali apa faktor yang membuat usaha Anda bagus, maka jawabnya bisa jadi : lokasi strategis, lokasi strategis, sekali lagi lokasi strategis.

Jadi?

Sumber : Sapto Anggoro (detikpublishing.com)


Agus Ali S.
"Menuju 11 Digit"

Saturday, October 20, 2007

Taqaballahu Mina Wa Minkum

Taqabballahu Mina Wa Minkum, Minal Aidzin Wal Faidzin Mohon Maaf Lahir Batin. Selamat Hari Raya Idul Fitri dan Selamat Hari Lebaran 1 Syawal 1428 H.

Semoga Allah SWT memberikan berkah yang berlimpah kepada para pembaca blog ini, kepada semua member TDA dan kepada semua orang,.. Amin yaa Rabbal Alamin.


Salam

Agus Ali S & Keluarga

Thursday, October 4, 2007

Muhammad SAW: Super Leader Super Manager

Baca buku baru ini ga ada abis-abisnya saya kagumi, yang pasti Muhammad SAW adalah panutan saya selain panutan seluruh umat muslim di dunia tentunya. Selain itu saya kagum dengan penulisnya Pak Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.EC (Nio Gwan Chung) seorang intelektual muslim lulusan Doktor dari Australia.


Bayangkan, Pak Syafii Antonio menuliskan literatur tentang perjalanan Nabi Muhammad sangat-sangat lengkap, kali ini di buku itu tidak ditulis tentang Agama Islam melulu tetapi tentang suri tauladan Nabi Muhammad SAW, tentang disiplin leadership dan tentang manajemen modern, begitu kata Dr. Hidayat Nur Wahid, Ketua MPR RI dalam testimoni di balik buku tersebut.

Waktu Ustad ceramah tarawih ramadhan lalu, beliau memperkenalkan buku ini. Betapa perjuangan beliau dalam menulis buku saat-saat sekolah di Australia untuk ambil gelar Doktor, juga ditengah kesibukan beliau mengawasi perusahaanya dan lembaga pendidikannya, akhirnya buku ini bisa terbit,.. begitu Ustadz menceritakan pengalaman kepada kita.

Beliau mengatakan nilai pendapatan dari menulis buku ini ga ada artinya dan jumlahnya kecil dibanding dengan misalnya beliau diundang ceramah 3x jauh lebih besar, tetapi kenapa akhi Ustadz mau menulis karena cintanya kepada umat dan untuk memberikan informasi yang benar dan menyeluruh mengenai perjuangan Nabi Muhammad SAW, bukan hanya disisi penyebaran agama tetapi juga sisi2 lain seperti Entrepenership, Kepemimpinan, Managerial dll.

Saya baca pelan-pelan buku sangat takjub sekali, karena isinya adalah kutipan dari sumber informasi mengenai Nabi Muhammad SAW di seluruh dunia, ada yang dari Jerman, Perancis, Inggris, China dll.

Satu hal yang saya baca berulang-ulang adalah ketika perjalanan Nabi menjadi seorang enterprener, dimulai dari hal-hal kecil, yaitu magang. Persis seperti yang Pak Haji Ali terapkan waktu program Aprentice TDA kemarin. Muhammad muda membawa dagangan mulai dari sedikit2 ke kota-kota lain kemudian beberapa bulan kemudian beliau kembali ke kota tersebut untuk menyetorkan, ....

Bisa dibayangkan kalo kita serahin barang kita kepada orang lain kemudian berbulan2 kemudian baru dateng dan setor hasilnya, mungkin kita sudah stress mikirin dagangan, jadi duit gak yahh atau di lariin sama yang bawa... wah jaman Nabi saat itu memang begitu, gak ada HP atau Tracking System atau Telpon atau Fax atau juga mesin-mesin lain yang ada hanya Onta sebagai pengangkut dan barang dagangan yang diangkut..

Nah sampe pada akhirnya Nabi bisa dipercaya (dapat gelar Al Amin) sehingga bisa membawa barang-barang lebih banyak lagi dan punya asisten juga dan begitu terus hingga beliau punya modal sendiri dan berusaha sendiri dan tentu saja me Manage orang untuk membawa barangnya untuk dijual di kota lain.

Kemudian beliau juga pernah memimpin rombongan puluhan, ratusan hingga ribuan saudagar untuk Penetrasi Pasar atau Membuka Pasar di kota-kota lain yang perjalannya bisa sampai tahunan untuk kembali ke kota asal. Kondisi-kondisi seperti itulah yang membuat Nabi Muhammad berpengalaman memimpin dan menjadi Super Leader nantinya, kalo jaman sekarang mungkin seperti Pak Yusuf Kalla kali yaa,.. dia bawa Pengusaha-pengusaha Indonesia ke negara lain untuk berbisnis...

Nah sama seperti kita, di awal berbisnis beliau juga pernah melakukan kesalahan, di tipu, di lecehkan karena usianya masih sangat muda dan banyak hambatan di jalan, ya perampok lah, pencurian, dsbnya. Semua itu proses menjadi Super Leader dan Super Manager, proses menjadi saudagar kaya, hingga akhirnya beliau memutuskan untuk menekuni sipritual dan menjadi menjadi Nabi besar sebagai penyebar agama Islam yang merupakan agama terbesar di dunia.



Salam Funtasticc


Agus Ali
http://agusali.blogspot.com
"Menuju 11 Digit"
Work Hard, Pray Hard, Play Hard

Wednesday, October 3, 2007

Akhirnya saya mendapat malam Lailatul Qadar







Kayaknya judul diatas kok seperti hiperbola yaa... . itu mungkin kata beberapa pembaca di milis ini atau pembaca di blog saya http://agusali.blogspot.com/. Buat yang gak merasakan memang pasti bicara ".. ah gitu doang kok .."

Saya sempet berbisik ke Pak Hasan,.. " subahannallah Pak Hasan.. kita kumandangkan syair dan syiar di dalam MALL .., ajakan untuk berbuat baik,.. sadar akan kebesaran dan kembali kepada Allah SWT..", saya mengatakan itu tepat pada waktu TIM MARAWIS dengan kompaknya menyanyikan lagu pertama diiringi kendang dan seruling nan sejuk di telinga..

Saya hanya membayangkan bahwa, MALL tersebut yang kita gunakan untuk berbuka puasa adalah lokasi HITAM dan PUTIH. Dikatakan lokasi HITAM karena ruangan paling atas digunakan untuk DISKOTIK, BAR & SPA yang konon ramenya justru setelah jam 12 malam ke atas atau jam-jam kecil itu kata temen2 gaul saya.

Banyak unsur NEGATIF di lokasi HITAM itu, .. tidak ada unsur POSITIFnya bila diukur dengan AGAMA.

Di lokasi paling bawah justru adalah lokasi PUTIH, karena MASJID terletak di paling bawah, begitu juga dengan lokasi yang mengelilinginya adalah lokasi PUTIH karena lokasi BISNIS dengan cara-cara yang benar menurut AGAMA.

Iringan lagu2 MARAWIS itu sempat membuat EMOSI saya bangkit dan ingin sekali saya berteriak dan berkata kepada seluruh orang yang ada di lokasi itu bahwa inilah kita komunitas TDA, kita MEMBERI dan MELAYANI, kita memberikan hal-hal positif, hati kita bersih, pikiran kita damai, kita memilih jalan BAHAGIA walau kena rintangan dan hambatan, kita melayani dengan cinta, kita ikhlas, kita BAHAGIA melihat orang lain senang dan sebagainya.

Saya ingat di malam sebelumnya ketika Ustadz di Masjid lingkungan rumah kami khotbah Tarawih sehari sebelumnya bagaimana caranya mendapatkan malam Laillatul Qadar, bahwa malam2 setelah 17 Ramadhan kurangilah urusan perut kebawah (Contohnya seperti makan dikurangi, seks atau berhubungan dengan istri dikurangi ), perbanyak urusan leher ke atas (mata tetap melek terus diperbanyak untuk baca Qur'an dan Shalat).

Saya membayangkan syiar dan syair yang dii kumandangkan Tim MARAWIS dari bawah (Ground Floor) bisa menembus batas lantai-lantai diatas MALL tersebut, bisa membawa efek2 POSITIF dan menghilangkan unsur-unsur NEGATIF di lokasi itu. Bisa menembus ke dalam hati dan pikiran para pendengarnya hingga ke relung hati yang paling dalam.

Yaa malam itu saya mendapat malam Lailatul Qadar, malam seribu bulan versi saya, dimana seluruh proses dan tujuan yang saya cita-citakan bisa dilaksanakan, dahulu buka puasa dengan anak yatim hanya angan-angan apalagi jumlahnya yang mencapai diatas 50.

Malam itu saya excited banget, persis yang sering diucapkan Cak Nun (Emha Ainun Najib) di radio bahwa kamu bisa menciptakan malam Laillatur Qadarmu sendiri, kamu bisa merasakan sendiri, kamu bisa bahagia dan menularkan kebahagiaan kepada orang lain, kamu puas dan bisa memuaskan orang lain, kamu cinta, mencintai dan dicintai. Saya adalah persis seperti apa yang diucapkan Cak Nun saat acara buka puasa dan santunan itu berlangsung.

Ya.. saat itu 29 Sept 2007 sejak sore hari jam 5 sampai 7 malam adalah malam Laillatul Qadar saya. Malam seribu bulan untuk saya, untuk temen-temen TDA saya yang bergabung, para panitia yang membantu saya, dan anak-anak yatim yang berbahagia.



Mangga 2 Square, 29 Sept 2007


Agus Ali S

Notes : yang ingin melihat foto2 buka puasa bersama dan santunan anak yatim tanggal 29 Sept 2007 hari sabtu lalu bisa di lihat di http://agusali.blogspot.com/

Monday, October 1, 2007

Memberi dan Melayani Bersama TDA
















Judul diatas cerita ini sekaligus adalah Tema dari acara Buka Puasa Bersama dan Santunan 100 Anak Yatim / Kaum Dhuafa, tanggal 29 September 2007 hari sabtu lalu.


Sekitar 200 an yang hadir di acara itu, mulai dari kami para panitia, anak-anak yang penuh ceria dan penuh gaya, para orang tua pengantar anak-anak Tim Marawis, Ustad dan Ustadzah serta temen-temen TDA yang tertarik untuk menyaksikan langsung acara buka puasa dan santunan ini, ooh ya ada 3 orang guru pengajar yayasan sejahtera pimpinan Pak Iim Rusyamsi yang memandu acara tersebut.

Terus terang ide untuk acara buka puasa bersama lumayan sangat singkat, bicara-bicara dengan Pak Roni, Pak Iim dan Bu Yulia dan terakhir dengan Pak Hasan langsung setuju acara itu, ya sudah kami lanjutkan ide jadi kenyataan dengan mengumpulkan informasi Tim Marawis, Ustadz, Lokasi Ruangan yang digunakan, Anak-anak yatim yang ingin disantuni sampai dengan dimana membeli sarung/mukena yang murah dan jumlah amplop yang diberikan.

Eh yang gak kalah penting adalah kirim info ke milis TDA supaya temen-temen bisa berpartisipasi, memang sih target awal hanya 50 paket, tapi meliat antusias temen2 TDA akhirnya melebihi 100 paket,..
Alhamdulillah Semua persiapan itu kita kerjakan satu persatu dengan suka cita, karyawan2 MGS kami minta bantuan untuk koordinir mulai dari belanja di Tanah Abang, sewa metro mini, kontak tim Marawis, Ustadz dan mengumpulkan anak-anak yatim piatu.

Itulah kenapa Pak Roni memilih tema "Memberi dan Melayani" karena isi dari kegiatan TDA ini sangat amat sesuai. Kita berikan yang terbaik untuk anak-anak, kita layani mereka, kita hibur mereka dan Alhamdulillah saya liat sendiri mereka sangat antusias dan senang layaknya di acara Ulang Tahun... jadi inget masa kecil dulu waktu di undang ulang tahun tetangga saya...

Terus terang PROYEK SINGKAT ini memang serba cepat, bahkan spanduk yang kita pasang saja dibuat 1 jam sebelum waktunya oleh Pak Hasan.. Terimakasih Pak Hasan... dan yang gak kalah penting adalah duit recehan 50.000, 20.000 dan 5.000 yang harus ada saat hari H, wah pusing saya.

Untuk 50.000 gak masalah ada ATM, eh yang 20.000 juga ada di ATM satu2nya di Mangga Dua Square yg masih ada, kalo 5.000 ini yang susah, eh ada Pak Reri yang baik hati nolongin tuker duit,.. akhirnya semua sudah beres... walau skedul sedikit molor, secara keseluruhan anak-anak HAPPY mereka teriak-teriak untuk saling berebut ikutan QUIZ yang dipandu guru2 TK Sejahtera serta bershalawat bersama Tim Marawis.
Acara buka puasa bersama kita mulai tepat Magrib dan setelah itu disusul untuk acara santunan yang sebelumnya di sisipi tausiah dari Ustadz dan Ustadzah yang katanya Pak Roni, Ustadzah yang di undang adalah GURU NGAJI waktu kecil Pak Roni dan Pak Iim.

Santunan diberikan dengan bantuan temen-temen TDA untuk menyerahkan langsung kepada anak-anak yatim piatu tsb. Kami terus ternag sangat terharu dan bangga acara ini bisa dilaksanakan, Ustadz pun berpesan supaya acara ini terus berlangsung setiap tahun dan lebih besar lagi.

Kami yakin dengan bantuan temen2 TDA acara tahun depan bisa dilaksanakan dan bisa lebih besar lagi, kami ucapkan banyak terimakasih kepada temen2 TDA, para panitia, dan semua pihak yang membantu terselenggaranya acara ini.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan2 dan jasa2 temen2 TDA, Panitia, dan semua piahk yang membantu.


Amin..

Mangga Dua Square 2 Oktober 2007
Agus Ali. S