Tuesday, July 24, 2012

Cara Benar Menjadi Pengusaha


Selama ini, kondisi negara kita di berbagai bidang tidak menunjukkan perubahan berarti. Kebijakan pemerintah masih simpang siur, hukum semakin tidak jelas, dan kondisi sosial kian tidak menentu. Di bidang ekonomi, tidak ada perubahan kearah yang lebih baik. PHK tetap berlangsung dan para investor asing sudah banyak yang memutuskan untuk memindahkan usahanya ke negara lain yang lebih menjanjikan.

Di sisi lain, jumlah populasi dengan usia produktif tidak bisa begitu saja menganggur. Hidup tetap harus berjalan dan penghasilan tetap mesti dicari untuk menutupi biaya hidup yang kian mahal. Berbagai ide bisnis bermunculan dan di diskusikan dalam berbagai pertemuan baik formal maupun informal. Sebagian ide tersebut memang hanya merupakan “mimpi yang indah” tetapi sebagian lagi ditanggapi dengan antusiasme yang tinggi.

Dari hal ini terlihat bahwa masyarakat kita justru merasa terpacu ketika dihadapkan pada suatu krisis yang berkepanjangan. Hasilnya adalah kreativitas cenderung meningkat pada saat situasi semakin parah, atau sering disebut dengan istilah populernya "kreatif karena kepepet". Membuat “mimpi-mimpi indah”.

Masalahnya sekarang, bagaimanakah mewujudkan jutaan mimpi indah itu menjadi kenyataan? Apa saja faktor-faktor psikologis yang harus dimiliki calon pengusaha sehingga dapat mewujudkan mimpi indahnya tersebut?

Bagi orang-orang yang memiliki "mimpi-mimpi indah", ada beberapa alternatif yang dapat dipilih untuk mewujudkan mimpi tersebut. Beberapa alternatif tersebut diantaranya:

1. Menjadi Pengusaha Mandiri
Untuk menjadi seorang Calon Pengusaha Mandiri, ada 3 jenis modal utama yang menjadi syarat:
(1) Sumber daya internal yang merupakan bagian dari pribadi calon Pengusaha mis alnya kepintaran, ketrampilan, kemampuan menganalisa dan menghitung risiko,keberanian atau visi jauh ke depan.
(2) Sumber daya eksternal, misalnya uang yang cukup untuk membiayai modal usaha dan modal kerja, social network dan jalur demand/supply, dan lain sebagainya.
(3) faktor X, misalnya kesempatan dan keberuntungan. Seorang calon Pengusaha harus menghitung dengan seksama apakah ke-3 sumber daya ini ia miliki sebagai modal.

Jika faktor-faktor itu dimilikinya, maka akan merasa optimis dan keputusan untuk membuat mimpi itu menjadi kenyataan sebagai Calon Pengusaha Mandiri boleh mulai dipertimbangkan.

2. Mencari Partner Usaha dengan “MIMPI” yang sama.

Jika 1 atau 2 jenis sumber daya tidak dimiliki, seorang calon Pengusaha bisa mencari partner/rekanan untuk membuat mimpi-mimpinya menjadi kenyataan. Rekanan yang ideal adalah rekanan yang memiliki sumber daya yang tidak dimilikinya sendiri sehingga ada keseimbangan “modal/sumber daya” di antara mereka. Umumnya kerabat dan teman dekatlah yang dijadikan prospective partner yang utama sebelum mempertimbangkan pihak lainnya, seperti beberapa jenis institusi finansial diantaranya bank.

Pilihan jenis Partner punya resiko tersendiri. Resiko terbesar yang harus dihadapi ketika berpartner dengan teman dekat adalah dipertaruhkannya persahabatan demi bisnis. Tidak sedikit keputusan bisnis mesti dibuat dengan profesionalisme dan menyebabkan persahabatan menjadi retak atau bahkan rusak.

Jenis mitra bisnis lainnya adalah anggota keluarga; risiko yang dihadapi tidak banyak berbeda dengan teman dekat. Tapi, bukan berarti bermitra dengan sahabat atau keluarga tidak bisa dilakukan. Satu hal yang penting adalah memperhitungkan dan membicarakan semua risiko secara terbuka sebelum kerjasama bisnis dimulai sehingga jika ada konflik yang tidak dapat dihindarkan, maka sudah kebayang bagaimana cara menyelesaikannya sejak dini sebelum menghancurkan bisnis itu sendiri.

Partner Usaha lain yang lebih netral adalah bank terutama jika modal menjadi masalah utama. Pinjaman pada bank dinilai lebih aman karena bank bisa membantu kita melihat secara clear apakah bisnis kita itu akan mengalami hambatan. Bank yang baik wajib melakukan inspeksi dan memeriksa studi kelayakan (feasibility study) yang kita ajukan.

Penolakan dari bank dengan alasan “tidak feasible” bisa merupakan feedback yang baik, apalagi jika kita bisa mendiskusikan dengan bagian kredit bank mengenai elemen apa saja yang dinilai “tidak feasible”.

Bank juga bisa membantu kita untuk memantau kegiatan usaha setiap tahun dan jika memang ada kesulitan di dalam perusahaan, bank akan mempertimbangkan untuk tidak meneruskan pinjamannya. Ini merupakan “warning” dan kontrol yang bisa menyadarkan kita untuk segera berbenah.

Calon Pengusaha yang “memaksakan” bank untuk memberi pinjaman tanpa studi kelayakan yang obyektif dan benar akhirnya sering mengalami masalah yang lebih parah. Agunan (jaminan) disita, perusahaan tidak jalan, dan hilanglah harapan untuk membuat mimpi indah menjadi kenyataan.

Kejadian seperti ini sudah sangat sering terjadi, dalam skala kecil maupun skala nasional. Pinjaman seringkali melanggar perhitungan normal yang semestinya diterapkan oleh bank sehingga ketika situasi ekonomi tidak mendukung, sendi perekonomian mikro dan makro pun turut terbawa jatuh.

3. Menjual Mimpi Ke (Calon) Pengusaha Lain atau Pemilik Modal

Jika teman atau sahabat yang bisa diajak bekerjasama tidak tersedia (entah karena kita lebih menghargai hubungan kekerabatan atau persahabatan atau karena memang mereka tidak dalam posisi untuk membantu) dan tidak ada agunan yang bisa dijadikan jaminan untuk memulai usaha anda, ada cara lain yang lebih drastis, yaitu menjual ide atau mimpi indah itu kepada pemilik modal.

Kesepakatan mengenai bagaimana bentuk kerjasama bisa di lakukan antara si pemilik modal dan penjual ide. Bisa saja pemilik modal yang memodali dan penjual ide yang menjalankan usaha itu, bisa juga penjual ide hanya menjual idenya dan tidak lagi terlibat dalam usaha itu. Jalan ini biasanya diambil sesudah cara lainnya tidak lagi memungkinkan sedangkan ide yang kita miliki memang sangat layak diperhitungkan.

Ketiga cara di atas bisa dipikirkan sebelum seseorang mengambil keputusan untuk menjadi Pengusaha. Kalo ga di pikir secara mendalam, pengalaman pahit akan menjadi makanan Calon Pengusaha. Banyak usaha yang akhirnya gulung tikar sebelum berkembang, jangan pernah tergiur untuk jadi cepat kaya atau pakai cara gila menjadi pengusaha, nanti bisa GILA beneran karena bangkrut. Contohnya, usaha Kafe Tenda yang dulu rame-rame di didirikan sekarang gulung tikar, kemanakah pengusaha-pengusaha kafe tenda itu who knows hanya Allah yang maha tahu.

Sumber : Lilly H. Setiono

Menjadi Pengusaha Harus Keturunan Pengusaha?: Mitos atau Realita?


Untuk mewujudkan mimpi menjadi seorang wirausahawan yang sukses memang diperlukan berbagai faktor pendukung. Selain modal (sumber daya seperti tersebut di atas), masih ada faktor lain yang merupakan syarat untuk keberhasilan seorang wirausahawan. Banyak yang mengatakan “mental” atau “bakat”; dalam bahasa umum “bakat dagang”, merupakan salah satu diantara faktor tersebut.

Meskipun belum banyak penelitian ilmiah mengenai mental atau kepribadian wirausahawan, namun ada beberapa fakta maupun asumsi yang bisa menerangkan bahwa memang ada perbedaan karakter antara wirausahawan dengan non-wirausahawan. Bisa saja perbedaan itu tumbuh karena kebiasaan atau pengaruh lingkungan sehingga menjadi karakter yang menetap dalam kepribadian seseorang

Bagi pengikut aliran non-deterministic, bakat dagang mungkin lebih bisa diterima sebagai sebuah mitos, sebab sulit untuk mengatakan bahwa seorang bayi memiliki “in-born entrepreneurship trait”.

Lebih logis bila mengasumsikan bahwa “bakat dagang” yang dimitoskan mungkin merupakan kumpulan dari kebiasaan-kebiasaan tertentu yang dimiliki oleh wirausahawan lewat proses pembelajaran sejak dini.

Kebiasaan ini disosialisasikan dan dikondisikan secara konstan kepada individu atau kelompok tertentu sehingga menjadi ciri karakter yang kuat dan mengakar di dalam mereka. Sebagian dari kebiasaan itu adalah:

• menghitung untung rugi setiap tindakan/keputusan yang diambil
• melihat peluang dan menganalisis kebutuhan pasar
• mengelola sumber daya (planning, organizing, directing, controlling)
• bekerja keras secara konstan dan mencari solusi bagi masalahnya
• kebiasaan “jatuh-bangun” sehingga tidak lagi takut membuat keputusan

Selain faktor kebiasaan di atas, masih banyak faktor lain yang turut menentukan apakah seseorang bisa menjadi seorang wirausahawan yang sukses. Beberapa di antaranya adalah:

1.Kreatif & Inovatif

Seorang wirausahawan umumnya memiliki daya kreasi dan inovasi yang lebih dari non-wirausahawan. Hal-hal yang belum terpikirkan oleh orang lain sudah terpikirkan olehnya dan dia mampu membuat hasil inovasinya itu menjadi “demand”.

Contohnya: Menjelang tahun 2000, ada sekelompok orang yang menjadi “kaya raya” karena mereka berhasil menjual ide “the millenium bug”. Puluhan juta dollar bergulir di industri komputer dan teknologi hanya karena ide ini. Software baru, jasa konsultasi teknologi komputer bahkan Hollywood pun berhasil membuat ide ini menjadi industri hiburan yang menghasilkan puluhan juta dollar. Film “The Entrapment” adalah salah satu hasilnya.

Contoh lainnya yang sederhana adalah pengemasan air minum steril kedalam botol sehingga air bisa diminum langsung tanpa dimasak. Banyak sekali contoh lain yang menunjukkan bahwa kreatifitas dan inovasi adalah salah satu faktor yang bisa membawa seseorang menjadi wirausahawan sukses. Perlu diingat bahwa kreatifitas dan inovasi bukan merupakan satu-satunya faktor penentu karena artispun harus memiliki kedua faktor ini sebagai penentu kesuksesannya.

2.Confident, Tegar dan Ulet

Wirausahawan yang berhasil umumnya memiliki rasa percaya diri yang tinggi, tegar dan sangat ulet. Ia tidak mudah putus asa, bahkan mungkin tidak pernah putus asa. Masalah akan dihadapinya dan bukan dihindari.

Jika ia membuat salah perhitungan, saat ia sadar akan kesalahannya, ia secara otomatis juga memikirkan cara untuk membayar kesalahan itu atau membuatnya menjadi keuntungan. Ia tidak akan berhenti memikirkan jalan keluar walaupun bagi orang lain, jalan keluar sudah buntu. Kegagalan akan dibuatnya menjadi pelajaran dan pengalaman yang mahal. Semangatnya tidak pernah luntur; ada saja yang membuatnya bisa berpikir positif demi keuntungan yang dikejarnya.

Kualitas kepribadian seperti ini tidak mungkin tumbuh secara mendadak. Keuletan, ketegaran dan rasa percaya diri tumbuh sejak dini (usia balita) dan sudah menjadi karakter atau dasar kepribadiannya. Sulit (bukan tidak mungkin) bagi seorang dewasa membentuk kualitas-kualitas ini jika tidak dimulai sejak masa balita.

3.Pekerja Keras

Waktu kerja bagi seorang wirausahawan tidak ditentukan oleh jam kerja. Saat ia sadar dari bangun tidurnya, pikirannya sudah bekerja membuat rencana, menyusun strategi atau memecahkan masalah. Kadang dalam tidurnyapun ia tetap berpikir. Membiarkan waktu berlalu tanpa ada yang dipikirkan atau dikerjakan kadang membuatnya merasa “tidak produktif” atau merasa kehilangan kesempatan.

4.Pola Pikir Multi-tasking

Seorang wirausahawan sejati mampu melihat sesuatu dalam perspektif/dimensi yang berlainan pada satu waktu (multi-dimensional information processing capacity). Bahkan ia juga mampu melakukan “multi-tasking” (melakukan beberapa hal sekaligus). Kemampuan inilah yang membuatnya piawai dalam menangani berbagai persoalan yang dihadapi oleh perusahaan. Semakin tinggi kemampuan seorang wirausahawan dalam multi-tasking, semakin besar pula kemungkinan untuk mengolah peluang menjadi sumber daya produktif.

5.Mampu Menahan Nafsu untuk Cepat Menjadi Kaya

Wirausahawan yang bijak biasanya hemat dan sangat berhati-hati dalam menggunakan uangnya terutama jika ia dalam tahap awal usahanya. Setiap pengeluaran untuk keperluan pribadi dipikirkannya secara serius sebab ia sadar bahwa sewaktu-waktu uang yang ada akan diperlukan untuk modal usaha atau modal kerja. Keuntungan tidak selalu menetap, kadang ia harus merugi dan perusahaan harus tetap dipertahankan. Oleh sebab itu, jika ia memiliki keuntungan 10, hanya sepersekian yang digunakan untuk keperluan pribadinya. Sebagian besar disimpannya untuk digunakan bagi kemajuan usahanya atau untuk tabungan jika ia terpaksa mengalami kerugian.

Wirausahawan yang bijak juga mengerti bahwa membangun sebuah perusahaan yang kokoh dan mapan memerlukan waktu bertahun-tahun bahkan tidak jarang belasan atau puluhan tahun. Seorang wirausahawan yang memulai usahanya dari skala yang kecil hingga menjadi besar akan mampu menahan nafsu konsumtifnya. Baginya, pengeluaran yang tidak menghasilkan akan dianggap sebagai sebuah kemewahan.

Jika tabungannya tidak cukup untuk membeli kemewahan itu, dia akan menahan diri sampai tabungannya jauh berlebih. Ia juga menghargai keuntungan yang sedikit demi sedikit dikumpulkannya. Keuntungan itu diinvestasikannya ke dalam usaha lainnya sehingga lama-kelamaan hartanya bertambah banyak. Dalam hal ini memang ada benarnya pepatah yang mengatakan: “hemat pangkal kaya”.

Sebaliknya, wirausahawan yang tidak bijak seringkali tidak dapat menahan nafsu konsumtif. Keuntungan dihabiskan untuk berbagai jenis kemewahan dan hal yang tidak produktif sehingga tidak ada lagi tabungan untuk perluasan perusahaan atau untuk bertahan pada masa sulit. Perusahaanpun tidak lama bertahan.

6.Berani mengambil risiko

Seorang wirausahawan berani mengambil risiko. Semakin besar risiko yang diambilnya, semakin besar pula kesempatan untuk meraih keuntungan karena jumlah pemain semakin sedikit. Tentunya, risiko-risiko ini sudah harus diperhitungkan terlebih dahulu.

7. Faktor Lainnya

Masih banyak lagi faktor yang belum terungkap dalam artikel ini. Saya berharap para pembaca yang memiliki pengalaman lain mau membagikan pengalamannya agar dapat menjadi inspirasi bagi calon-calon wirausahawan baru. Negara kita memang sedang membutuhkan wirausahawan baru untuk membangun kembali ekonomi yang morat-marit ini.

Bagi mereka yang sudah memiliki ide dan mimpi indah, cobalah mulai berhitung. Siapa tahu anda sudah memiliki banyak faktor yang disebutkan di atas dan anda tinggal mengatakan pada diri anda:”Just try it”. Bagi anda yang merasa bahwa dunia wirausaha bukan dunia anda, jangan kecil hati….sebab anda masih bebas bermimpi. Selain mimpi itu gratis, segala sesuatu yang baru selalu dimulai dari mimpi indah. “Selamat bermimpi”

Sumber : JP